Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Putri Terbaik Mojokerto – Madinah, 624 M. Debu padang pasir beterbangan diterpa langkah kaki para mujahid. Langit Madinah yang biasanya tenang kini memayungi medan perang pertama dalam sejarah Islam: Badar.
Zayd berdiri di antara barisan pejuang. Tangannya menggenggam pedang, dadanya berdegup tak hanya karena nyali tapi karena keyakinan. Di sisinya, Bilal bin Rabah menatap ke depan dengan wajah penuh keberanian. Keduanya bersaudara seiman, siap menghadapi apapun di hadapan.
Teriakan takbir menggema. Panah melesat, pedang beradu. Di tengah hiruk-pikuk itu, Bilal nyaris tertebas oleh pasukan Quraisy dari samping. Tapi sebelum pedang itu menyentuhnya, tubuh Zayd sudah lebih dulu menerjang.
“Zayd!” seru Bilal, saat sahabatnya roboh bersimbah darah.
Zayd jatuh ke pasir, luka menganga di sisi dadanya. Nafasnya berat, namun wajahnya tetap tenang. Ia sempat melihat langit seakan mencari sesuatu di antara awan yang bergerak lambat.
Tenda medis di belakang garis perang penuh luka dan duka. Di salah satu sudutnya, Aisha masih belia, tapi hatinya kuat merawat para pejuang yang terluka. Tangannya tak pernah diam, hatinya dipenuhi doa.
Saat tubuh Zayd dibaringkan di hadapannya, darah mengalir dari luka yang belum sempat ditangani. Aisha terdiam sejenak. Wajah itu bukan wajah asing. Ia mengenalnya sejak zaman Mekkah pemuda pemberani yang mengajarkan Al-Qur’an meski diancam pedang.
Tangannya gemetar saat mulai membalut luka Zayd. Suara lirih terdengar dari bibir pemuda itu.
“Aku dengar… di surga ada istana untuk mereka yang hatinya terluka karena Allah…”
Aisha menahan air mata. Ia menunduk, mempererat balutan di dada Zayd.
“Jangan buru-buru ke surga,” bisiknya. “Masih ada yang menunggumu di dunia.”
Zayd tersenyum samar. Di balik sakit dan perih, ada kehangatan yang tak datang dari api, tapi dari harapan.
Hari mulai redup. Di luar tenda, kemenangan Badar mulai dikabarkan. Tapi di dalam, sebuah janji tak terucap menggantung di udara. Janji tentang kesetiaan. Tentang hati yang tetap berdegup bukan hanya karena luka, tapi karena cinta yang suci.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto merupakan pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter.Jika Anda sedang mencari pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto – Jawa Timur bisa menjadi pilihan yang tepat. Dengan lingkungan yang mendukung dan pengasuhan yang penuh empati, pesantren ini fokus membentuk santri menjadi pribadi yang berakhlak mulia, mandiri, dan cinta Al-Qur’an. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi Pondok Pesantren Al Jihadul Chakim melalui WhatsApp di nomor 0811-3600-074 atau 0811-3055-5556.