Pesantren Tahfidzul Qur’an Putri Terbaik Mojokerto – Salah satu ketentuan penting dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah adalah penetapan miqat, baik secara waktu (zamani) maupun tempat (makani). Miqat merupakan batas awal yang harus dipatuhi oleh jamaah sebelum memasuki ritual ihram dalam ibadah haji dan umrah. Penetapan miqat ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga mengandung hikmah dan makna yang sangat dalam, baik secara syariat maupun spiritual.
Daftar isi
ToggleMiqat Zamani Waktu-Waktu Khusus Pelaksanaan Haji
Allah SWT secara jelas memberi petunjuk mengenai miqat zamani dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 197
ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٌ
Artinya: “(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi”. (QS. Al-Baqarah: 197)
Ayat ini menunjukkan bahwa ibadah haji tidak bisa dilakukan kapan saja, melainkan hanya pada bulan-bulan tertentu yang telah ditetapkan secara syar’i. Penjelasan ini ditegaskan oleh Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsir Mafatihul Ghaib, sebagaimana berikut:
وَالْمُفَسِّرُونَ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ تِلْكَ الثَّلَاثَةَ: شَوَّالٌ، وَذُو الْقَعْدَةِ، وَبَعْضٌ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ، وَإِذَا ثَبَتَ هَذَا فَنَقُولُ: وَجَبَ أَنْ لَا يَجُوزَ الْإِحْرَامُ بِالْحَجِّ قَبْلَ الْوَقْتِ
Artinya: “Ulama ahli tafsir sepakat bahwa 3 bulan yang dimaksud ialah Syawwal, Dzulqa’dah, dan sebagian Dzulhijjah. Jika benar demikian, maka kami katakan bahwa wajib tidak diperkenankan ihram haji sebelum waktunya.” (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, 1420 H], juz V, hal 315)
Dari sini kita memahami bahwa waktu ihram haji telah ditentukan dan tidak bisa dimulai sebelum memasuki bulan-bulan tersebut. Ini berbeda dengan umrah, yang bisa dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun. Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi menjelaskan:
فالزماني بالنسبة للحج شوال وذو القعدة وعشر ليال من ذي الحجة. وأما بالنسبة للعمرة فجميع السَّنَة وقت لإحرامها
Artinya: “Miqat zamani bagi haji ialah Syawwal, Dzulqa’dah dan 10 hari Dzulhijjah. Sedangkan bagi umrah, seluruh tahun merupakan waktu bagi ihram umrah”. (Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm, 2005 M], hal 148)
Perbedaan ini menunjukkan bahwa haji memiliki kekhususan waktu yang lebih ketat dibandingkan umrah, mencerminkan nilai dan keistimewaan ibadah haji dalam syariat Islam.
Adapun terkait miqat makani, dalam hal ini Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya meriwayatkan:
حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ، أَنَّهُ أَتَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي مَنْزِلِهِ، وَلَهُ فُسْطَاطٌ وَسُرَادِقٌ، فَسَأَلْتُهُ مِنْ أَيْنَ يَجُوزُ أَنْ أَعْتَمِرَ؟ قَالَ: فَرَضَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنًا، وَلِأَهْلِ المَدِينَةِ ذَا الحُلَيْفَةِ، وَلِأَهْلِ الشَّأْمِ الجُحْفَةَ
Artinya: “Menceritakan kepadaku Zaid bin Jubair bahwa ia mendatangi Abdullah bin Umar ra di rumahnya, yang memiliki penyangga dan penutup. Aku bertanya kepadanya dari mana diperbolehkan memulai umrah? Ia berkata: Rasulullah saw menetapkannya bagi penduduk Najd dari Qarn, bagi penduduk Madinah dari Dzulhulaifah dan bagi penduduk Syam dari Juhfah”. (HR. Bukhari). Mengutip penjelasan Imam Ahmad Al-Qasthalani terkait hadits di atas dalam kitabnya Irsyadus Sari menjelaskan, maksud dari kata “faradha” pada hadits di atas ialah menetapkan atau mewajibkan. Dalam artian, miqat makani seperti halnya miqat zamani, ditentukan oleh nash dan ketetapan dari Rasulullah saw.
فرضها رسول الله اي قدرها وبينها أو أوجبها
Artinya: “Rasulullah saw menetapkannya dalam artian menetapkan dan menjelaskan atau mewajibkannya”. (Ahmad bin Muhammad Al-Qasthalani, Irsyadus Sari li Syarhil Bukhari, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1996 M], juz IV, hal 13). Senada dengan Imam Al-Qasthalani, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari menjelaskan bahwa makna “faradha” pada hadits di atas ialah menetapkan atau mewajibkan. Oleh karenanya, tidak diperbolehkan ihram haji dan umrah sebelum miqat.
ومعنى فرض: قدر أو أوجب وهو ظاهر نص المصنف, وأنه لا يجيز الإحرام بالحج والعمرة من قبل الميقات
Artinya: “Makna faradha ialah menetapkan atau mewajibkan. Itu adalah yang tampak dari nash mushannif, dan tidak diperkenankan untuk Ihram haji dan umrah sebelum miqat”. (Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, [Beirut, Dar Ar-Risalah Al-Alimiyah, 2013 M], juz V, hal 245). Namun, terkait kebolehan miqat dari selain tempat-tempat yang ditentukan beberapa ulama seperti Ibnul Mundzir memperbolehkan ihram dari selain tempat yang ditentukan. Berbeda dengan Ishaq, Daud yang mengatakan tidak diperbolehkan. Sedangkan mayoritas ulama memang membedakan antara miqat zamani dan makani dengan tidak membolehkan mendahului miqat zamani dan membolehkan bagi miqat makani.
وقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع على الجواز, وفيه نظر, فقد نقل عن إسحاق وداود وغيرهما عدم الجواز, وهو ظاهر جواب ابن عمر. ويؤيده القياس على الميقات الزماني, فقد أجمعوا على أنه لا يجوز التقدم عليه. وفرق الجمهور بين الزماني والمكاني, فلم يجيزوا التقدم على الزماني وأجازوا في المكاني. وذهب طائفة كالحنفية وبعض الشافعية إلى ترجيح التقدم, وقال مالك: يكره
Artinya: “Ibnul Mundzir dan lainnya menukil konsensus dibolehkannya (mendahului bagi miqat makani), pendapat ini memerlukan penalaran. Sedangkan dinuqil dari Ishaq, Daud dan yang lainnya bahwa hal tersebut tidak dibolehkan. Dan ini merupakan dzahir dari jawaban Ibnu Umar. Dikuatkan juga dengan mengqiyaskannya pada miqat zamani, mereka sepakat bahwa mendahului miqat makani tidak diperbolehkan. Sedangkan mayoritas ulama membedakan antara miqat zamani dan miqat makani. Mereka tidak membolehkan mendahului miqat zamani tapi membolehkannya bagi miqat makani. Segolongan ulama seperti Hanafiyah dan sebagian Syafiiyyah yang mengunggulkan dibolehkan. Sedangkan Imam Malik mengatakan bahwa hukumnya makruh”. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari…, hal 245).
Baca juga Daftar Amalan Harian di 10 Hari Pertama Dzulhijjah Raih Pahala Maksimal!
Penetapan miqat zamani dan makani dalam ibadah haji dan umrah bukanlah aturan yang lahir dari tradisi manusia, tetapi berasal dari wahyu Allah dan ketetapan Rasulullah SAW. Miqat menjadi simbol kedisiplinan, ketundukan, dan keagungan syariat Islam yang membimbing umatnya dalam menjalankan ibadah dengan tertib dan penuh makna. Memahami dan mematuhi ketentuan miqat menjadi bagian dari kesempurnaan ibadah haji dan umrah, yang semestinya dijaga oleh setiap Muslim yang hendak menunaikan panggilan suci ke Baitullah.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto merupakan pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter.Jika Anda sedang mencari pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto – Jawa Timur bisa menjadi pilihan yang tepat. Dengan lingkungan yang mendukung dan pengasuhan yang penuh empati, pesantren ini fokus membentuk santri menjadi pribadi yang berakhlak mulia, mandiri, dan cinta Al-Qur’an. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi Pondok Pesantren Al Jihadul Chakim melalui WhatsApp di nomor 0811-3600-074 atau 0811-3055-5556.