Jalan Meraih Kemuliaan

Jalan Meraih Kemuliaan – Takwa merupakan wasiat Allah kepada golongan awalin wal akhirin, masyarakat terdahulu dan sekarang atau yang akan datang. Karena ketakwaan akan mengantarkan hamba memperoleh segala macam kebaikan di sisi-Nya. Salah satu bentuk wasiat takwa terdapat dalam ayat perintah puasa Ramadhan. Ada tujuan akhir yang semestinya diraih oleh para shaim (orang yang berpuasa), yakni ketakwaan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS al-Baqarah [2]: 183).

Sebagian ulama mendefinisikan takwa dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya baik secara lahir maupun batin, dengan dibarengi penghormatan dan rasa takut kepada Allah subhanahu wata’ala. Syekh Jalaluddin dalam Tafsir Jalalain[1] menjelaskan makna takwa ketika menafsikan ayat 102 surat Ali Imran: ittaqullaha haqqa tuqâtihi (bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa). Menurutnya, Allah yang harus ditatati bukan diingkari, disyukuri bukan dikufuri, dan yang selalu disebut dan diingat bukan dilupakan. Para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullu, “Siapakah orang yang mampu menjalankan sebenar-benarnya takwa?” Rasulullah menjawab bahwa ayat ini telah diganti hukumnya (mansukh) dengan ayat:

   فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuanmu” (QS at-Taghabun: 16).

Jawaban Rasulullah atas pertanyaan sahabat ini menjunjukkan bahwa untuk meraih gelar muttaqin (orang yang bertakwa) bukanlah pekerjaan mudah. Sehingga Syekh Abdullah Ba’lawi al-Hadad dalam Nashaih ad-Diniyah menyebutkan seorang hamba tidak akan mampu menjalankan sebenar-benar ketakwaan, walaupun sejuta jiwa dan umur berada pada dirinya dan seluruh harta ia infakkan.[2]

Baca Artikel Lainnya:  Syawal: Penyempurna Amal Setelah Ramadhan Berakhir

Sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib mengatakan, orang bertakwa kepada Allah akan senantiasa memiliki empat sifat yang melekat pada dirinya yaitu :

Pertama, Al-Khaufu Minal Jalil (taqwa itu akan menjadikan seseorang merasa takut kepada Allah swt yang memiliki sifat Jalal). Dengan adanya rasa takut kita kepada Allah yang mempunyai sifat Jalal ini menjadikan kita untuk berpikir kembali atau mempertimbangkan terlebih dahulu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah Ta’ala. Dan tentunya dengan adanya rasa takut itu kita menjadi timbul keinginan kita untuk bertaqwa dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Oleh karena itu di bulan puasa ini dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganNya dengan dasar takut kepada Allah menjadikan kita insan-insan yang selalu mendekatkan diri dan bertaqwa kepada Allah Ta’ala.

Kedua, Wal’amalu bit tanzil (beramal dengan dasar al-Qur’an). Dengan ada pedoman hidup berupa Al-Quran dan As-Sunnah yang telah diturunkan oleh Allah dan dtinggalkan Rasulullah ﷺ tentunya menjadikan kita tidak melakukan suatu perbuatan tanpa mengetahui dalil/dasarnya atau biasa disebut taqlid buta. Sehingga derajat taqwa yang akan kita capai sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah.

Ketiga, Al-Qana’atu bil Qalil (menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit). Setiap orang yang bertaqwa akan selalu merasa cukup dengan rizki yang sedikit, sesungguhnya orang yang memiliki rizqi yang sedikit dan merasa cukup dengan rizqi tesebut adalah bukti sekaligus tanda bahwa orang itu dicintai oleh Allah Ta’ala. Misalkan saja kita sudah mempunyai penghasilan dari menjadi seorng PNS, seharusnya penghasilan tersebut harus diterima dan disyukuri berpapun itu. Namun inilah karena nafsu manusia terlalu banyak berpikir sehingga terkadang penghasilan yang ada pun tidak mencukupi kebutuhannya. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang bersyukur bukan orang yang kufur akan rizki yang diterima.

Baca Artikel Lainnya:  Keutamaan Bersyukur

Keempat, Al-isti’dadu li yaumir rakhil (bersiap-siap menjalani hari penguncian). Perpindahan dari alam dunia ke alam kubur lalu alam akhirat. Artinya segala amal orang yang bertaqwa selalu dalam rangka menyiapkan diri akan hadirnya hari kematian. yaitu hari kepergian dari alam dunia menuju alam akhirat.

Ingat, bahwa Semulia-mulia manusia adalah ia yang bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat : 13). Jalan Meraih Kemuliaan

Wallahu A’lam.

[1] Jalāl al-Dīn Abū Fadīl ‘Abd al-Raẖmān bin Abī Bakr ibn Muẖammad al-Suyuṯī al-Syāfi’ī. Tafsīr Jalālain. t.tmp: Haramain, 2007.

[2] Syekh Abdullah Ba’lawi al-Hadad, Nashaih ad-Diniyah, hal. 3