Kaya Harta : Nikmat atau Ujian?

Sudah semestinya manusia dengan kehidupan mengalami naik turun. Bahwa sebenarnya kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan bukan digunakan untuk berfoya-foya. Sebaliknya, ujian cobaan bukanlah sebagai bentuk hukuman terhadap apa yang kita lakukan. Dari kenikmatan & ujian ini bisa bersifat terbalik, nikmat sebagai ujian sedangkan ujian sebagaki nikmat mencapai derajat lebih mulia lagi.

Perlu disadari kembali bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan merupakan kehendak Allah. Ketentuan-ketentuan yang Allah hidangkan dalam kehidupan telah diukur sesuai batas kemampuan hambaNya. Maka tugas manusia kepada sang penciptaNya adalah memohon ampunan agar dekat dengan pertolongan Allah Swt. Pertolongan Allah sangatlah dekat bagi orang-orang yang beriman, namun Allah Allah akan menguji keimanan dengan berbagai cobaan. Seperti yang Allah firmankan dalam surat Al Baqarah Ayat 214 :

 

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ

Artinya : “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang-orang yang menyatakan diri mereka beriman, tidak dibiarkan begitu saja tanpa ada ujian. Hal itu untuk diketahui siapa yang benar- benar keimanannya dan siapa yang hanya mengaku beriman, tetapi ternyata keimanannya tidak benar atau belum terbukti.

Maka Allah berikan 3 musibah yakni pertama Al-Ba’saa yaitu kemiskinan yang sangat dan segala musibah yang menimpa manusia pada selain tubuhnya, seperti hilangnya harta, perampokan harta, penjara, pengusiran dari kampung halaman, teror, gangguan keamanan, serta gangguan dakwah. Kedua, Adh-Dharra yaitu sakit dan segala musibah yang mengenai badan manusia, seperti sakit berat, luka penyiksaan, bahkan sampai pembunuhan. Ketiga, Zulzilu yaitu diguncang dengan berbagai macam malapetaka. 1

Baca Artikel Lainnya:  Pentingnya Orang Tua wajib Nirakati Anaknya

Namun, perlu diingat juga bahwa ujian tidak hanya berupa cobaan-cobaan tapi juga bisa berupa kenikmatan-kenikmatan. Hal yang selama ini dianggap semakin bertambah baik secara materi maupun non materi justru menimbulkan kekufuran. Menikmati pemberian disertai sikap kufur bisa menimbulkan istidraj dari Allah sebagai disinggung Syekh Ibnu Athaillah dalam hikmah berikut. 2

 

خف من وجود إحسانه إليك ودوام إساءتك معه أن يكون ذلك استدراجاً سنستدرجهم من حيث لا يعلمون

 

Artinya: “Takutlah pada kebaikan Allah kepadamu di tengah keberlangsungan durhakamu terhadap-Nya karena itu bisa jadi sebuah tipudaya (istidraj) seperti firman-Nya, ‘Kami memperdayakan (mengistidrajkan) mereka dari jalan yang mereka tak ketahui.”

Istidraj adalah semacam perangkap bagi manusia di mana mereka yang durhaka kepada Allah tampak semakin makmur, jaya, dan sejahtera. Tetapi sejatinya peningkatan kemakmuran yang terus beranjak naik bahkan melimpah itu sejatinya adalah uluran atau semacam penundaan untuk azab Allah yang pada gilirannya lebih dahsyat menimpa yang bersangkutan.

Syekh Zarruq menambahkan, ‘Wahai para murid, takutlah pada karunia-Nya untukmu berupa kesehatan, kelapangan, kucuran deras rezeki, dan aliran deras  kekuatan baik material maupun spiritual di tengah kedurhakaanmu terhadap-Nya berupa kelalaian dan keteledoran,” 3

Maka bangga atas nikmat itu boleh tapi terlalu bangga itu tidak baik, menjerumuskan diri menuju kelalaian. Bersedih atas cobaan Allah itu juga boleh tapi jika tidak segera bangkit maka akan menjadikan kufur. Ketika seseorang telah mendapatkan sesuatu berupa nikmat & ujian tujuannya adalah keimanan, menuju tingkat derajat yang lebih mulia. Mengikhtiarkan yang terbaik seraya memohon pertolongan Allah Swt.

Kepintaran, kekuatan, kesempurnaan fisik dan kekayaan seseorang tidak akan berarti manakala tidak ada pertolongan dari Allah SWT. Kalau Allah hendak melepaskan pertolongannya tidak akan ada yang mampu menolongnya.

Baca Artikel Lainnya:  Kemurnian Al Qur'an Telah Dijaga Allah SWT

 

Penulis : Budi Diansyah

Footnotes

  1. Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir , Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002
  2. Ibn. Atha’illah, al-Hikam
  3. Syekh Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam fi Syarhil Hikam, Beirut, Darul Fikr, halaman 101.