Puasa bagi umat Islam memiliki makna yang sangat mendalam dalam rangka penghambaan manusia kepada Allah SWT. Puasa tidak hanya ibadah yang memerlukan peran fisik, tetapi juga memerlukan kesehatan batin, bahkan mampu menyempurnakan batin menjadi hamba yang bertakwa.
Takwa yang merupakan muara akhir dari perintah puasa dijelaskan dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Sesuai pembahasan tema di atas tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan, potongan ayat كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ (…sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian…) ini merupakan titik awal mengupas sejarah puasa, khususnya puasa Ramadhan. Singkatnya, ibadah puasa juga telah menjadi kewajiban umat-umat terdahulu yang menerima wahyu.
Menurut Muhammad ibn Husain, penulis Asrar al-Muhibbin fi Ramadhan, keutamaan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya dianalogikan dengan sebagian kisah Nabi Yusuf.
Nabi Yusuf lebih dicintai ayahnya, Nabi Ya’kub, dibanding sebelas anak kandung lainnya sebagaimana tersirat dalam dialog sebelas saudara Nabi Yusuf berikut ini:
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Artinya, “Ketika itu, saudara saudara Yusuf berkata: Yusuf dan saudaranya lebih dicintai oleh ayah kita dibanding diri kita, meskipun kita sangat banyak. Sungguh, Ayah kita itu berada dalam kesesatan yang nyata” (QS. Yusuf [12]: 8).
Kecintaan Nabi Ya’kub terhadap Nabi Yusuf dibanding anak kandung lainnya, menurut Muhammad ibn Husain, sama halnya dengan Ramadhan yang lebih dicintai Allah dibanding bulan lainnya.
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Artinya, “Bulan Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan penuh berkah. Allah mewajibkan kalian berpuasa Ramadhan. Pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibanding seribu” bulan (HR. Ahmad).
Saat sebelas saudaranya memohon Nabi Yusuf agar memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang waktu itu dilanda kelaparan, Nabi Yusuf sebagai pemimpin Mesir, mengabulkan permohonannya. Nabi Yusuf memberikan mereka makan dan memenuhi perbekalan hidup lainnya.
وَلَمَّا جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ قَالَ ائْتُونِي بِأَخٍ لَكُمْ مِنْ أَبِيكُمْ أَلَا تَرَوْنَ أَنِّي أُوفِي الْكَيْلَ وَأَنَا خَيْرُ الْمُنْزِلِينَ
Artinya, “Dan ketika Yusuf menyiapkan bahan makanan untuk mereka, dia berkata “(jika kalian datang ke sini lagi), bawalah kepadaku saudara kalian yang seayah dengan kalian”. Tidakkah kalian melihat bahwa aku telah memberikan (kepada kalian) takaran yang penuh dan telah menjadi tuan rumah yang terbaik?” (QS. Yusuf [12]:59).
Nabi Yusuf yang membantu dan memenuhi kebutuhan sebelas saudaranya tersebut sama halnya dengan bulan Ramadhan yang menjadi pengganti kekurangan seorang hamba ketika tidak maksimal menjalankan kebaikan di bulan sebelas bulan lainya. Ramadhan menjadi bulan pelipatgandaan dan rapelan pahala, yang menjadi pelengkap ketidaksempurnaan seorang hamba dalam menjalankan ibadah di bulan sebelas lainnya.
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي
Artinya, “Setiap kebaikan yang dilakukan manusia dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan semisal sampai tujuh ratus kali lipat, Allah berfirman: kecuali amalan puasa. Amalan puasa itu untukku dan aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia meninggalkan makanan dan syahwatnya karenaku” (HR. Muslim).
Nabi Yusuf menghapus dendam, memberi maaf untuk sebelas saudaranya dan Allah mengampuni mereka, meski waktu dulu mereka membuang Yusuf kecil ke Sumur.
قَالَ لاَ تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Artinya, “Yusuf berkata: pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Semoga Allah mengampuni kalian. Sebab Dialah yang paling penyayang di antara para penyayang” (QS. Yusuf [12]: 93).
Pemberian maaf Nabi Yusuf kepada sebelas saudaranya tersebut dianalogikan dengan Ramadhan yang dijadikan khusus oleh Allah sebagai bulan pengampunan, penuh berkah dan kebaikan, yang berbeda dengan sebelas bulan lainnya. Dari dua belas anak, sebelas anaknya tidak mampu mengobati kesedihan, keburaman penglihatan Nabi Ya’kub karena kedukaan yang mendalam. Hanyalah Yusuf yang mampu menghapus luka dan mengembalikan penglihatan Ya’kub.
اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ
Artinya, “Pergi dan bawalah baju gamis milikku ini dan letakkanlah ia ke wajah ayahku, niscaya penglihatannya akan pulih kembali dan kemudian datanglah kepadaku bersama seluruh keluarga kalian” (QS. Yusuf [12]: 93).
Nabi Yusuf sebagai pengobat satu-satunya luka yang diderita Nabi Ya’kub dianalogikan dengan Ramadhan sebagai bulan pengampunan dan kesempatan bagi hamba yang penuh dosa dengan bekal iman dan berharap hanya kepada Allah untuk membasuh kesalahan yang sudah diperbuat di sebelas bulan lainnya.
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر الله ما تقدّم من ذنبه
“Siapa pun orangnya yang berpuasa bulan Ramadhan dengan bekal keimanan dan berharap hanya kepada Allah, maka Allah mengampuni dosa-dosa yang telah lalu.”
Demikianlah Artikel tentang Keistimewaan Bulan Ramadhan : Meneladani Kisah Nabi Yusuf. Semoga kita semua senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam menjalankan ibadah puasa tahun ini. Aamiin..
Penulis : Budi Diansyah