Kembali Fitri, Mohon Maaf Lahir & Batin

Berpuasa dan serangkaian ibadah lain di satu bulan penuh di bulan Ramadhan telah menjadi tahap menuju kembali sucinya jiwa umat Muslim. Makna Idul Fitri tidak hanya berhenti dengan berakhirnya momen beribadah di bulan Ramadhan. Akan tetapi, makna Fitri yang sesungguhnya adalah tetap melanjutkan Taqwa setelah Ramadhan dan seterusnya.

Makna tersebut sejalan dengan ayat-ayat Allah yang difirmankan dalam Surat Ar-Ruum ayat 30 :

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Pada hakekatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa ‎fitrah berupa keyakinannya kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh ‎para ulama tafsir, ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas.‎

Imam Al-Qurthubi menafsirkan “fitratallah” sebagai fitrah agama. Adapun maksud dari lafaz “hanifan” itu adalah lurus dan jauh dari agama-agama yang menyimpang.1

Dengan demikian, maksud dari ayat tersebut adalah Allah menyuruh Rasulullah beserta umatnya untuk menghadapkan serta menegakkan wajahnya (tidak menengok ke kanan dan ke kiri) pada agama Allah (Islam). Karena pada dasarnya setiap anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, mereka sudah mengakui ketuhanan Allah (baik kedua orang tuanya Muslim atau non-Muslim).

Dalam kata lain, Idul Fitri adalah konsep kehambaan yang mengantarkan kita untuk kembali mengenal Allah subhanahu wata’ala. Bukankah tanpa kita sadari bahwa Ramadhan yang telah berlalu mengantarkan sekaligus mengajarkan kita untuk kembali mengenal Allah melalui beragam ibadah; kenal kembali kepada Allah melalui puasa, qiyamullail, shalat berjamaah, membaca al-Qur’an, sedekah, memberi buka puasa dan lain-lain, yang kesemuanya tidak bisa kita lakoni kecuali di bulan Ramadhan.

Baca Artikel Lainnya:  Nikmat Allah Tidak Terbatas

Jika Ramadhan telah mengajarkan kita untuk mengenal Allah, maka Idul Fitri ibarat puncak tujuan bahwa kita betul-betul diharapkan sudah kembali mengenal Allah. Setelah kita mengenal Allah, tugas terbesar saat ini adalah bagaimana cara merawatnya, jangan sampai kita hanya mengenal Allah hanya saat Ramadhan saja, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang ulama saleh terdahulu yaitu Bisyr Al-Hafi,

   ‎بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ إِنَّ الصَّالِحَ الَّذِي يَتَعَبَّدُ وَ يَجْتَهِدُ السَّنَةَ كُلَّهَا ‎

“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun” 2

Jadikanlah kembalinya Fitri ini untuk tetap menjaga keistiqomahan sholat kita, puasa kita, berjamaah kita, membaca Al Qur’an kita dan kebaikan-kebaikan lainnya. Memang menjadi perkara sulit, namun teruslah berusaha secara maksimal walaupun nanti intensitasnya berkurang yang penting tetap bisa rutin dan tetap dijaga.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah, Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Keluarga Besar Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim Gondang Mojokerto.

Wallahu A’lam.

 

Penulis: Budi Diansyah

Footnotes

  1. Al-Qurtubi (2000). Tafsir al-Qurtubi juz VI (Al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur‘ân). tahqîq: ‘Abdur-Razzaq al-Mahdi, Dâr Al-Kitab Al-‘Arabi.
  2. Lathaif Al-Ma’arif, h. 390