Keutamaan dan Hikmah Puasa Syawal Meneladani Usamah bin Zaid dan Dampaknya Bagi Mentalitas Muslim

Pondok Tahfidzul Qur’an Putri Modern Mojokerto – Puasa Syawal adalah salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan setelah pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Anjuran ini tidak hanya disampaikan oleh Rasulullah SAW secara langsung, tetapi juga diamalkan secara konsisten oleh para sahabat, salah satunya adalah Usamah bin Zaid. Anjuran puasa Syawal, salah satunya, disebutkan dalam hadits berikut:

 

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ، كَانَ يَصُومُ أَشْهُرَ الْحُرُمِ ‏.‏ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏ “‏ صُمْ شَوَّالاً ‏”‏ ‏.‏ فَتَرَكَ أَشْهُرَ الْحُرُمِ ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يَصُومُ شَوَّالاً حَتَّى مَاتَ

 

Artinya: “Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim, Usamah bin Zaid terbiasa berpuasa pada bulan-bulan haram. Rasulullah SAW kemudian bersabda, ‘Berpuasalah pada bulan Syawal.’ Lalu, ia meninggalkan puasa pada bulan-bulan haram tersebut dan melaksanakan puasa Syawal hingga akhir hayatnya” (HR. Ibnu Majah).

Teladan dari Seorang Sahabat Kesayangan Nabi

Puasa Syawal menjadi bukti kecintaan seorang sahabat terhadap Rasulullah SAW. Usamah bin Zaid memilih untuk meninggalkan puasa pada bulan-bulan haram demi mengikuti anjuran Nabi SAW tentang puasa Syawal. Ini bukan sekadar pilihan ibadah biasa, melainkan bentuk ketaatan total seorang sahabat terhadap perintah Rasulullah SAW.

Usamah bin Zaid adalah sosok yang sangat dekat dengan Nabi, hingga beliau dijuluki sebagai “kekasih anak dari kekasih Rasulullah.” Rasulullah SAW tidak hanya mencintai Usamah, tapi juga memerintahkan umat Islam untuk mencintainya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikut:

 

مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُبْغِضَ أُسَامَةَ ، بَعْدَمَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : مَنْ كَانَ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَلْيُحِبَّ أُسَامَةَ

 

Artinya: Dari Aisyah RA, ia berkata, “Tidak boleh bagi siapapun untuk membenci Usamah setelah aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka cintailah Usamah’,” (HR Imam Ahmad).

Maka, sikap Usamah dalam mengganti puasa bulan haram dengan puasa Syawal adalah cermin nyata dari ketaatan, kecintaan, dan sikap tawadhu terhadap Rasulullah SAW. Ini menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam zaman sekarang untuk tidak meremehkan sunnah, karena dalam setiap anjuran Rasulullah pasti ada kebaikan yang besar.

Manfaat Puasa Syawal dalam Perspektif Kesehatan Mental dan Akhlak

Tidak hanya memiliki dimensi spiritual, puasa Syawal ternyata memberikan dampak positif secara psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa puasa, termasuk puasa Syawal, berpengaruh signifikan terhadap kesehatan mental.

Hakikat puasa adalah pengendalian diri, dan ketika seseorang mampu mengendalikan dorongan dari luar maupun dalam dirinya, ia dapat dianggap sehat secara mental (Jamil, 2021, Fasting Therapy as Self-Control, [International Journal of Islamic Medicine, Vol. 2, No. 1], halaman 41–46).

Kemampuan mengendalikan emosi, hawa nafsu, dan dorongan negatif inilah yang menjadi pilar utama dalam membangun pribadi yang kuat dan seimbang. Seorang Muslim yang sehat secara mental akan lebih stabil dalam menghadapi tantangan hidup, lebih sabar dalam menghadapi ujian, dan lebih bersemangat dalam menebar kebaikan.

Lebih jauh lagi, puasa Syawal dapat membentuk kepribadian yang mulia. Ini terbukti melalui penelitian ilmiah.

Khususnya pada puasa Syawal, penelitian membuktikan bahwa puasa enam hari di bulan Syawal dapat membentuk akhlak mulia (Harun et al., 2020, The Six Days Voluntary Fasting in Syawal and Its Significant Personality of Muslims, [Malim: Jurnal Pengajian Umum Asia Tenggara, Vol. 20], halaman 74–89). Tujuan penelitian itu adalah untuk mengetahui pengaruh puasa enam hari di bulan Syawal terhadap perubahan kepribadian pada umat Islam. Sebanyak 111 partisipan yang terdiri dari mahasiswa dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Universitas Malaysia Kelantan (UMK) turut serta dalam penelitian ini. Seluruh partisipan beragama Islam, terdiri dari 91 perempuan dan 20 laki-laki dengan rentang usia 20 tahun hingga 53 tahun.

 

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa puasa Syawal dapat memperkuat nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, kesabaran, dan kepedulian terhadap sesama. Ini selaras dengan tujuan utama dari setiap ibadah dalam Islam, yaitu membentuk insan yang bertakwa dan berakhlak mulia.

Menyempurnakan Puasa Ramadhan Sebelum Puasa Syawal

Satu hal yang tidak boleh dilupakan ketika ingin melaksanakan puasa Syawal adalah menyelesaikan terlebih dahulu hutang puasa Ramadhan. Banyak ulama berpendapat bahwa keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal hanya bisa diperoleh bila sebelumnya seseorang telah menunaikan puasa Ramadhan secara sempurna, termasuk mengganti puasa yang ditinggalkan karena haid, sakit, atau safar.

Dengan kata lain, puasa Syawal bukan hanya tentang enam hari tambahan, tapi juga mencerminkan kesungguhan seseorang dalam menyempurnakan ibadah wajib. Ini adalah pendidikan jiwa yang mengajarkan kita untuk tidak menunda-nunda menunaikan hak Allah SWT.

Puasa Syawal adalah salah satu amalan sunnah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan diamalkan secara istiqamah oleh para sahabat. Teladan Usamah bin Zaid menjadi bukti nyata bagaimana anjuran Nabi SAW diprioritaskan bahkan di atas kebiasaan ibadah sebelumnya. Selain bernilai ibadah, puasa Syawal juga berdampak pada kesehatan mental dan pembentukan akhlak mulia. Namun, umat Islam juga diingatkan agar menyelesaikan puasa Ramadhan secara sempurna sebelum melaksanakan puasa Syawal.

Melalui puasa Syawal, kita diajak untuk memperbaiki kualitas diri, memperkuat hubungan spiritual dengan Allah, serta meneladani para sahabat dalam ketaatan dan cinta kepada Rasulullah SAW.

Baca juga Makna dan Hikmah di Balik 17 Rakaat Shalat Wajib Sehari Semalam

Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto

Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto merupakan pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter.Jika Anda sedang mencari pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto – Jawa Timur bisa menjadi pilihan yang tepat. Dengan lingkungan yang mendukung dan pengasuhan yang penuh empati, pesantren ini fokus membentuk santri menjadi pribadi yang berakhlak mulia, mandiri, dan cinta Al-Qur’an. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi Pondok Pesantren Al Jihadul Chakim melalui WhatsApp di nomor 0811-3600-074 atau 0811-3055-5556.