Pesantren Tahfidzul Qur’an Putri Modern Mojokerto – Kisah Alqamah, seorang sahabat Nabi Muhammad , adalah pengingat yang kuat tentang betapa seriusnya dampak melukai perasaan seorang ibu. Alqamah dikenal sebagai individu yang sangat saleh; ia tekun beribadah, tidak pernah melewatkan puasa dan salat, serta rajin menunaikan zakat dan sedekah. Ketaatannya sungguh luar biasa, menjadikannya teladan bagi banyak Muslim. Namun, menjelang akhir hayatnya, ia mengalami kesulitan luar biasa saat mencoba mengucapkan kalimat tauhid, “Lā ilāha illallāh” (Tiada Tuhan selain Allah). Lidahnya kaku, seolah ada penghalang tak terlihat yang menahan kata-kata suci tersebut untuk keluar.
Melihat kondisi Alqamah yang kritis dan kejanggalan dalam mengucapkan syahadat, para sahabat yang mendampinginya merasa cemas. Mereka segera melaporkan kejadian ini kepada Rasulullah . Beliau, dengan kebijaksanaan dan kepeduliannya yang mendalam, memerintahkan untuk menyelidiki penyebab di balik kesulitan yang dialami Alqamah. Rasulullah mengutus beberapa sahabat untuk mencari tahu apakah ada dosa atau kesalahan besar yang mungkin telah dilakukan Alqamah sehingga menghambatnya di saat-saat terakhir hidupnya.
Setelah diselidiki lebih lanjut, terungkap bahwa Alqamah masih memiliki seorang ibu yang sudah lanjut usia. Dan hati ibunya pernah terluka oleh perilaku putranya. Sang ibu menuturkan bahwa Alqamah terlalu berlebihan dalam memberikan perhatian dan memprioritaskan istrinya dibandingkan dirinya. Alqamah, dalam pandangan ibunya, telah mengabaikan hak-hak ibunya dan lebih mementingkan kebahagiaan rumah tangganya sendiri. Inilah sebabnya, saat sakaratul maut, lidah Alqamah menjadi kaku dan tidak mampu mengucapkan kalimat mulia tersebut. Sebuah konsekuensi yang mengerikan dari sebuah dosa yang seringkali dianggap remeh: durhaka kepada ibu.
Beruntungnya, Rasulullah segera bertindak untuk memohonkan ampunan bagi Alqamah kepada ibunya. Beliau memahami betul bahwa rida Allah terletak pada rida orang tua, dan murka Allah terletak pada murka orang tua. Untuk meluluhkan hati sang ibu dan membuka pintu maafnya, beliau bahkan sempat meminta para sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar dengan niat membakar Alqamah. Niat ini bukanlah sungguhan, melainkan sebuah strategi psikologis yang cerdas dari Rasulullah . Beliau ingin membangkitkan naluri keibuan sang ibu agar mau memaafkan putranya.
Mendengar hal tersebut, naluri keibuan sang ibu Alqamah pun bangkit dan hatinya luluh. Ia tidak sanggup melihat putranya dibakar hidup-hidup di hadapannya, meskipun ia merasa sakit hati. Rasa sayang dan naluri pelindung seorang ibu jauh lebih besar daripada rasa kecewanya. Akhirnya, ia merelakan untuk memaafkan Alqamah daripada harus menyaksikan jasad anaknya hangus terbakar api. Tangisan dan permohonan maaf dari Alqamah yang disampaikan melalui Rasulullah , serta ancaman pembakaran di dunia, berhasil melembutkan hatinya.
Kemudian, Rasulullah menyampaikan pesan penting kepada sang ibu, “Duhai ibu, api akhirat jauh lebih pedih ketimbang api dunia.” Pesan ini menjadi penekanan bahwa jika api dunia saja sudah begitu menyakitkan, apalagi api neraka yang siksanya tak terhingga. Ini adalah peringatan keras bagi siapa pun yang berani menyakiti hati orang tua. Setelah ibunya memaafkan, Alqamah pun dengan mudahnya menghembuskan napas terakhir seraya mengucapkan kalimah “Lā ilāha illallāh”. Sebuah akhir yang baik (husnul khatimah) yang hanya bisa diraih berkat ampunan ibunya dan syafaat dari Rasulullah . (Kisah ini tercantum dalam Syekh Zainuddin al-Malaibari, Irsyadul-‘Ibad, halaman 91).
Daftar isi
TogglePelajaran Berharga dari Kisah Alqamah
Kisah Alqamah mengandung pelajaran yang sangat mendalam dan relevan sepanjang zaman. Jika seorang yang taat beribadah seperti Alqamah saja hampir mengalami su’ul khatimah (akhir yang buruk) karena durhaka kepada ibunya, bayangkan bagaimana nasib orang-orang yang durhaka kepada Allah dan orang tua secara keseluruhan. Bagaimana dengan mereka yang terus membangkang dan selalu menyakiti perasaan orang tua?
1. Keutamaan Berbakti kepada Ibu
Kisah ini menegaskan bahwa kedudukan ibu sangatlah mulia dalam Islam. Rida Allah bergantung pada rida orang tua, terutama ibu. Durhaka kepada ibu, meskipun sekadar melukai perasaan, dapat memiliki konsekuensi yang sangat serius di dunia maupun di akhirat. Bahkan amal ibadah yang banyak sekalipun bisa terhalang keberkahannya jika tidak dibarengi dengan bakti kepada orang tua.
2. Bahaya Durhaka
Durhaka tidak hanya berarti melakukan kekerasan fisik atau ucapan kasar. Mengabaikan, meremehkan, atau bahkan hanya melukai perasaan orang tua dengan prioritas yang salah, sebagaimana Alqamah yang terlalu memprioritaskan istrinya, sudah termasuk bentuk durhaka. Kisah Alqamah menunjukkan bahwa durhaka dapat menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan husnul khatimah, yaitu akhir hidup yang baik dengan mengucapkan syahadat.
3. Pentingnya Meminta Maaf dan Ampunan
Kisah ini juga mengajarkan pentingnya segera meminta maaf dan memohon ampunan jika kita telah menyakiti hati orang tua. Kemaafan dari ibu Alqamah adalah kunci yang membuka jalan baginya untuk mengucapkan syahadat dan meninggal dalam keadaan baik. Jangan menunda-nunda permintaan maaf, sebab kita tidak pernah tahu kapan ajal akan menjemput.
4. Peran Doa Orang Tua
Doa ibu adalah salah satu doa yang paling mustajab. Begitu pula, kemarahan dan kutukan dari orang tua, terutama ibu, bisa memiliki dampak yang sangat nyata dalam hidup seseorang. Oleh karena itu, berusahalah selalu untuk mendapatkan rida dan doa terbaik dari orang tua.
5. Akhirat Lebih Kekal
Pesan Rasulullah kepada ibu Alqamah, “Duhai ibu, api akhirat jauh lebih pedih ketimbang api dunia,” adalah pengingat keras akan beratnya siksa neraka. Ini seharusnya menjadi motivasi bagi kita untuk selalu berbakti kepada orang tua dan menjauhi segala bentuk kedurhakaan agar terhindar dari azab yang kekal.
Kisah Alqamah adalah pelajaran yang tak ternilai bagi siapa pun yang masih memiliki sikap kurang baik terhadap orang tua, serta bagi siapa pun yang mendambakan husnul khatimah (akhir yang baik). Di momen seperti Hari Ibu ini, marilah kita bersama-sama bertekad untuk memperbaiki sikap kita terhadap orang tua, terutama ibu kita. Jika mereka telah tiada, panjatkanlah doa terbaik untuk mereka, ziarahi kuburnya, dan teruskan amal baik yang bisa kita lakukan atas nama mereka. Jika masih ada, bahagiakanlah mereka dengan sepenuh hati, berikan perhatian, dan penuhi kebutuhan mereka semampu kita. Dan jika belum mampu membahagiakan, setidaknya jaga sikap dan perkataan kita agar tidak melukai perasaan mereka. Sebab, balasan dan ancaman bagi kedurhakaan sangatlah berat dan akan merugikan kita di dunia maupun di akhirat. Semoga kita semua termasuk golongan yang berbakti kepada orang tua. Wallahu ‘alam.
Baca juga 15 Amalan Menyambut Malam 1 Muharram 1447 Hijriah (2025)
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto merupakan pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter.Jika Anda sedang mencari pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto – Jawa Timur bisa menjadi pilihan yang tepat. Dengan lingkungan yang mendukung dan pengasuhan yang penuh empati, pesantren ini fokus membentuk santri menjadi pribadi yang berakhlak mulia, mandiri, dan cinta Al-Qur’an. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi Pondok Pesantren Al Jihadul Chakim melalui WhatsApp di nomor 0811-3600-074 atau 0811-3055-5556.