Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Putri Terdekat Mojokerto – Dalam ajaran Islam, Rasulullah sangat memperhatikan adab, perilaku, serta etika umatnya, baik dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam ibadah kepada Allah SWT. Beliau kerap memberikan perumpamaan agar umatnya bisa lebih mudah memahami mana perbuatan yang baik dan mana yang sepatutnya dihindari. Salah satu bentuk pendidikan akhlak dari Nabi adalah dengan melarang kita untuk menyerupai perilaku buruk dari beberapa hewan.
Setidaknya, ada tiga jenis hewan yang secara eksplisit disebutkan dalam beberapa hadits shahih sebagai bentuk larangan bagi umat Islam untuk menirunya dalam konteks perbuatan buruk. Berikut adalah penjelasan lengkapnya:
Daftar isi
Toggle1. Menarik Kembali Barang Pemberian Seperti Anjing yang Menelan Muntahannya
Memberi adalah sebuah bentuk kebaikan dan kemurahan hati yang dianjurkan dalam Islam. Namun, apa jadinya jika setelah memberikan sesuatu, seseorang kemudian menarik kembali pemberiannya? Perilaku ini tidak hanya tidak sopan, tetapi juga dikecam langsung oleh Rasulullah .
Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السَّوْءِ، الَّذِي يَعُوْدُ فِي هِبَتِهِ، كَالْكَلْبِ يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ
Artinya: Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak sepantasnya bagi kita mempunyai sifat buruk. Yakni, mengambil kembali barang pemberian, bagaikan anjing yang menelan kembali muntahannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Perumpamaan ini sungguh keras. Rasulullah SAW menyamakan orang yang menarik kembali pemberiannya dengan anjing yang menjilat muntahnya sendiri, yang menunjukkan betapa tercelanya tindakan tersebut. Maka, jika kita sudah memberi, sepatutnya kita ikhlas dan tidak berharap untuk mengambilnya kembali.
2. Berlebihan Dalam Berbicara – Seperti Sapi yang Mengunyah Terus
Islam menganjurkan umatnya untuk bersikap sederhana dan tidak berlebihan, termasuk dalam berbicara. Banyak bicara tidak hanya membuang waktu, tetapi juga bisa menjerumuskan pada dosa seperti ghibah, fitnah, atau bahkan riya (ingin dipuji).
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Nabi SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عَمْرٍو، أنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إنَّ اللّٰهَ يُبْغِضُ البَليْغَ مِنَ الرِّجَالِ الَّذِيْ يَتَخَلَّلُ بِلِسَانِهِ كَمَا تَتَخَلَّلُ البَقَرَةُ
Artinya: Dari Abdullah bin Amr, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT membenci laki-laki yang pandai berbicara, yang menggerakkan lidahnya seperti sapi.” (HR. At-Tirmidzi)
Menurut Syekh Hasan bin ‘Ali al-Fayumi, maksud dari hadits ini adalah larangan berlebihan dalam berbicara hingga mulut berbuih seperti sapi yang terus-menerus mengunyah rumput. Hal ini juga biasanya disertai keinginan untuk dipuji karena kepandaiannya berkata-kata.
Sedangkan menurut Ali bin Muhammad, dalam kitab Mirqatul Mafatih, menjelaskan bahwa “menggerakkan lidah seperti sapi” maksudnya adalah memutar-mutarkan lidah di sekitar gigi saat berbicara, yang terkesan pamer kefasihan. Maka, sebaiknya kita berbicara secukupnya dan hindari kebiasaan ingin selalu tampil pintar dengan kata-kata.
3. Menyerupai Hewan Saat Shalat – Tidak Khusyuk dan Asal-asalan
Shalat adalah rukun Islam yang sangat penting. Dalam shalat, seluruh anggota tubuh dan hati harus terlibat. Namun, Rasulullah SAW juga memperingatkan agar jangan melakukan gerakan seperti hewan saat shalat. Ada beberapa larangan dalam hal ini:
Sujud Seperti Anjing
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اعْتَدِلُوا فِي السُّجُودِ، وَلَا يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
Artinya: Dari Anas, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Seimbanglah dalam sujud, dan janganlah salah seorang dari kalian membentangkan lengannya seperti anjing.” (HR. Bukhari)
Menurut Syekh Mazharuddin Az-Zaidani, yang dimaksud membentangkan tangan seperti anjing adalah meletakkan kedua telapak tangan dan siku menempel ke lantai, seperti gaya anjing ketika berbaring. Dalam shalat, kita dianjurkan untuk merapatkan tubuh dengan posisi yang rapi dan khusyuk.
Shalat Seperti Gagak, Hewan Buas, dan Unta
Ada lagi larangan lain dari Rasulullah SAW sebagaimana dalam hadits dari Abdurrahman bin Sybl
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِبْلٍ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَلَاثٍ: عَنْ نَقْرَةِ الْغُرَابِ، وَعَنْ فِرْشَةِ السَّبُعِ، وَأَنْ يُوطِنَ الرَّجُلُ الْمَكَانَ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ كَمَا يُوطِنُ الْبَعِيرُ
Artinya: Dari Abdurrahman bin Sybl, ia berkata: bahwasanya Rasulullah SAW melarang (umatnya) dari tiga perkara: 1) mematuk seperti gagak, 2) duduk seperti hewan buas, 3) menetap di satu tempat sholat seperti unta. (HR. Ibnu Majah)
Menurut penjelasan Ath-Thaibi, makna dari
“Mematuk seperti gagak” adalah melakukan sujud terlalu cepat seperti gagak yang cepat menyambar makanan.
“Duduk seperti hewan buas” maksudnya adalah meletakkan lengan bawah menempel ke lantai.
“Menetap di satu tempat seperti unta” artinya menentukan tempat khusus di masjid dan enggan berpindah-pindah, seperti unta yang diam di tempatnya.
Salam Seperti Ekor Kuda
Saat mengakhiri shalat, kita juga dianjurkan melakukannya dengan tenang dan tertib. Dalam hadits berikut dijelaskan larangan bergerak dengan tangan ke kiri dan kanan saat salam:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ:كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْنَا: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى الْجَانِبَيْنِ، فَقَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَامَ تُوْمِئُوْنَ بِأَيْدِيكُمْ كَأَنَّهَا أَذْنَابُ خَيْلٍ شُمُسٍ إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْ أَنْ يَضَعَ يَدَهُ عَلَى فَخِذِهِ، ثُمَّ يُسَلِّمُ عَلَى أَخِيهِ مَنْ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ
Artinya: Dari Jabir bin Samurah, ia berkata: ketika kami sholat bersama Rasulullah SAW, pada saat kami mengucapkan ‘Assalamu’alaikum warahmatullah.. Assalamu’alaikum warahmatullah (selesai shalat)’ Rasulullah memberikan isyarat dengan tangannya ke kiri dan ke kanan, seraya berkata, “Atas dasar apa kalian memberi isyarat dengan tangan kalian seperti ekor kuda yang bergerak-gerak? Padahal cukuplah seseorang di antara kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian ia mengucapkan salam kepada saudaranya yang di kanan dan kiri.” (HR. Muslim)
Al-Qurthubi menafsirkan bahwa hadits ini menunjukkan pentingnya ketenangan dan tidak tergesa-gesa dalam shalat, bahkan sampai ke bagian salam sekalipun. Juga menjadi dalil hukum bahwa shalat baru selesai setelah salam, bukan sebelumnya.
Rasulullah SAW sangat bijak dalam mendidik umatnya, termasuk dengan memberi perumpamaan terhadap hewan untuk menjelaskan larangan perilaku tertentu. Tiga hewan yang dilarang untuk ditiru dalam hal ini adalah
Anjing – dalam konteks menarik kembali pemberian.
Sapi – dalam konteks berlebihan dalam berbicara.
Beberapa hewan (anjing, gagak, kuda, unta, dan hewan buas) – dalam konteks gerakan-gerakan yang tidak tepat dalam shalat.
Melalui hadits-hadits ini, kita diajarkan untuk menjadi pribadi yang berakhlak mulia, sederhana, dan khusyuk, baik dalam hubungan sosial maupun dalam beribadah kepada Allah SWT. Semoga kita semua bisa meneladani ajaran Rasulullah dan menjauhi sifat-sifat yang tercela.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto merupakan pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter.Jika Anda sedang mencari pondok pesantren yang memberikan pendidikan agama yang mendalam, dengan pendekatan yang hangat dan penuh perhatian terhadap perkembangan karakter, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim di Mojokerto – Jawa Timur bisa menjadi pilihan yang tepat. Dengan lingkungan yang mendukung dan pengasuhan yang penuh empati, pesantren ini fokus membentuk santri menjadi pribadi yang berakhlak mulia, mandiri, dan cinta Al-Qur’an. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa menghubungi Pondok Pesantren Al Jihadul Chakim melalui WhatsApp di nomor 0811-3600-074 atau 0811-3055-5556.