Pengkajian Rutin Malam Pituan di Masjid Ponpes Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim Bersama KH. Much. Imam Chambali

Mojokerto, 6 Mei 2025 — Dalam suasana hening yang penuh kekhusyukan, Masjid Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim kembali menggelar acara pengkajian rutin pada Selasa dini hari (6/5), tepat pukul 00.00 WIB. Pengkajian kali ini diselenggarakan secara khusus dalam rangka Majelis Dzikir Malam Pituan Ikasas Indonesia, sebuah momen spiritual yang sangat dimuliakan dalam tradisi pesantren, terutama di wilayah Jawa Timur.

Acara ini dihadiri oleh ratusan santri, pengasuh, dewan asatidz, serta masyarakat sekitar yang ingin mendapatkan pencerahan spiritual di malam yang penuh berkah ini. Bertempat di Masjid Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim, suasana acara berlangsung khidmat sejak awal hingga akhir.

Yang menjadi sorotan utama dalam pengkajian kali ini adalah tausiyah yang disampaikan langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al Jihadul Chakim, KH. Much. Imam Chambali, seorang ulama kharismatik yang dikenal luas akan kelembutan dan kedalaman ilmunya.

Dalam ceramahnya, KH. Much. Imam Chambali menyampaikan pesan penting tentang arti kasih sayang dalam kehidupan seorang muslim. Menurut beliau, kondisi zaman yang kian kompleks menuntut umat Islam untuk menumbuhkan rasa kasih sayang yang lebih besar, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam lingkup keluarga.

“Yang mau saya sampaikan kepada kalian, monggo, situasi seperti ini dibesarkan rasa sayangnya. Situasi seperti ini yang bisa damai adalah orang yang memiliki belas kasihan,” ucap beliau dengan nada yang lembut namun tegas.

Lebih lanjut, KH. Much. Imam Chambali menekankan pentingnya menunjukkan rasa sayang kepada kedua orang tua sebagai bentuk nyata dari kasih sayang yang hakiki. Baik orang tua yang masih hidup maupun yang telah wafat, menurut beliau, tetap wajib dihormati dan dicintai sepenuh hati.

“Terutama untuk kita harus sayang terhadap kedua orang tua, tidak terkecuali masih hidup ataupun telah tiada, pokoknya harus benar-benar disayang. Agar nantinya kehidupan kita mendapatkan kasih sayang Gusti Allah. Jadi dalam kehidupan ini, rasa kasih sayang menjadi satu hal yang paling utama,” jelas beliau.

Makna Malam Pituan di Pesantren

Malam Pituan merupakan istilah yang kaya makna dalam tradisi pesantren dan budaya Islam Nusantara, khususnya di kalangan masyarakat Jawa. Secara bahasa dan simbolik, “Pituan” berasal dari kata “pitu”, yang berarti tujuh dalam bahasa Jawa. Namun dalam konteks spiritual dan kultural pesantren, istilah ini memiliki makna yang lebih dalam dan bernuansa religius.

  1. Pitu = Pitulungan Pengeran
    Dalam pemaknaan pesantren, kata pitu bukan hanya angka, melainkan akronim atau simbol dari “Pitulungan Pengeran”, yang berarti pertolongan dari Tuhan. Ini menekankan pentingnya ketergantungan manusia kepada pertolongan Ilahi dalam menjalani kehidupan dan meraih keberkahan.

  2. Tujuh = Tujuannya Tercapai
    Angka tujuh juga sering dianggap sebagai angka spiritual yang mengandung nilai kesempurnaan atau keberkahan. Dalam tafsir pesantren, “tujuh” juga ditafsirkan sebagai simbol tujuan yang dicapai, sehingga keseluruhan frasa mencerminkan harapan agar dengan pertolongan Tuhan, semua tujuan mulia dapat terwujud.

Kasih Sayang sebagai Pilar Pendidikan Pesantren

Melalui pengkajian ini, KH. Much. Imam Chambali tidak hanya menyampaikan tausiyah secara lisan, tetapi juga menyentuh sisi emosional para santri dengan mengangkat nilai kasih sayang sebagai fondasi utama dalam pendidikan dan pembinaan karakter. Bagi beliau, pendidikan tidak akan pernah berhasil tanpa adanya kasih sayang antara guru dan murid, orang tua dan anak, serta antara sesama manusia.

“Ilmu akan mudah masuk ke dalam hati yang lembut. Dan hati yang lembut adalah hati yang penuh kasih sayang,” kata beliau mengakhiri ceramahnya.

Doa Bersama dan Penutup

Acara pengkajian kemudian ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh KH. Much. Imam Chambali. Seluruh kegiatan malam itu berjalan lancar dan penuh kekhusyukan, membawa ketenangan batin bagi seluruh peserta yang hadir.

Acara pengkajian rutin ini diharapkan terus menjadi wadah pembinaan rohani dan intelektual bagi para santri, serta mempererat hubungan antara pesantren dan masyarakat umum. Pesan tentang kasih sayang yang disampaikan KH. Imam Chambali menjadi refleksi penting dalam menjalani kehidupan di tengah dinamika sosial saat ini.